RIAUMANDIRI.CO - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyorot Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) multi tafsir.
LaNyalla menilai penerapan UU ITE tersebut seringkali meresahkan masyarakat dan bisa menjadi alat kriminalisasi.
"UU ITE ini masih menjadi PR kita bersama. Implementasinya seringkali menjadi alat untuk membungkam pihak-pihak yang kritis terhadap rezim," ujar LaNyalla ketika menerima pakar telematika Roy Suryo, di ruang kerjanya, Rabu (20/7/2022)
Pada kesempatan itu Roy Suryo menyinggung kasus UU ITE yang tengah menjeratnya. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) tersebut tersandung kasus meme stupa Candi Borobudur yang diedit mirip Presiden Joko Widodo.
"Padahal saya tidak mengedit gambar tersebut. Substansi saya di Twitter itu adalah memprotes kenaikan harga masuk Candi Borobudur dengan melampirkan gambar tersebut. Jadi yang membuat meme itu adalah orang lain," tegasnya.
Menurut Roy Suryo, pada awalnya dalam UU ITE memang dijelaskan bahwa pembuatnya yang bisa diproses hukum. Kemudian di tahun 2016 baru dilakukan revisi bahwa penyebarnya juga bisa dijerat hukum.
"Tetapi di naskah akademik telah disebutkan bahwa kalau penyebarnya bisa menunjukkan siapa yang membuat, maka penyebarnya tidak dijerat," ujar dia.
Diceritakan Roy, pada 7 Juni 2022 ada akun @irutpagut yang memposting Meme stupa Borobudur direkayasa jadi foto mirip Pak Jokowi. Pada 8 Juni 2022 sudah ada Media Online (terkini.id) yang memuat berita tentang postingan tersebut. 9 Juni 2022 ada akun lain @NewOpang yang juga memuat Meme yang sama.
"Lalu pada 10 Juni 2022 ada akun lain lagi @fly_free_DY me-mention ke saya Meme yang berbeda lagi. Baru 10 Juni saya mengomentari rencana kenaikan tarif naik Candi Borobudur sembari menertawakan akun-akun pengunggah meme-meme sebelumnya dengan melampirkan Screenshot mereka," katanya.
Kemudian mulai 13 Juni 2022 malam ada beberapa akun yang melakukan provokasi dan menganggap dirinya melakukan kasus Penistaan agama
"Selanjutnya saya sudah hapus dan saya ganti klarifikasi disertai permohonan maaf serta kronologi. Tetapi pada akhirnya ada yang melaporkan ke Polda dan ke Bareskrim. Dua laporan itu yang diproses di Polda Metro Jaya," katanya.
Senator asal Aceh Fachrul Razi yang mendampingi LaNyalla bersama Senator Lampung Bustami Zainudin, membenarkan penggunaan UU ITE multi interpretasi dan sering dipolitisir.
"Memang UU ini masih perlu dikaji lagi. Karena pasalnya sering disebut sebagai pasal karet. Makanya dimanfaatkan oleh rezim ini untuk menutup suara-suara rakyat yang kritis. Padahal tujuan kritik itu baik," jelasnya.(*)